PEMANFAATAN LIMBAH TANAMAN UNTUK PEWARNAAN PRODUK IKAT CELUP (KAIN JUMPUTAN DAN SASIRANGAN) SEBAGAI PENGEMBANGAN PROGRAM LIFE SKILLS PADA PEMBELAJARAN KETERAMPILAN SLTP.

PEMANFAATAN LIMBAH TANAMAN UNTUK PEWARNAAN PRODUK IKAT CELUP (KAIN JUMPUTAN DAN SASIRANGAN) SEBAGAI PENGEMBANGAN PROGRAM LIFE SKILLS  PADA

 PEMBELAJARAN KETERAMPILAN SLTP.


Oleh :  Kapti Asiatun, Noor Fitrihana, Widihastuti
Dosen PTBB FT UNY

ABSTRAK
Tujuan yang ingin dicapai melalui kegiatan PPM dalam  bentuk kegiatan penerapan Iptek, adalah sebagai berikut : 1) Meningkatkan wawasan dan keterampilan guru SLTP dalam pengembangan materi pelajaran keterampilan dengan memanfaatkan potensi wilayah. 2) Meningkatkan wawasan dan keterampilan guru SLTP dalam pengembangan materi pelajaran keterampilan dengan dalam pengembangan materi pelajaran keterampilan dengan memanfaatkan potensi wilayah 3) Menguasai cara membuat tekstil kerajinan (kain jmputan dan sasirangan) dengan teknik ikat celup menggunakan zat warna alam dari limbah tanaman sekitar

Peserta adalah Guru SLTP di Kabupaten Sleman Yogyakarta berjumlah 19 orang.  Metode yang digunakan adalah ceramah, diskusi – informasi, demonstrasi dan eksperimen. Kegiatan pelatihan di lakukan  di  Laboratorium Kimia dan Batik Jurusan PTBB FT UNY dilaksanakan 5 kali pertemuan. Tahap pertama mulai tanggal 3 dan 4, Oktober 2009.  sedangkan untuk tahap 2 dilaksanakan  tanggal 10 Oktober dilanjutkan tanggal 10 dan 14 November 2009.

Hasil pelatihan berupa  beberapa jenis limbah  tanaman sekitar yang dieksplorasi zat pewarna alaminya untuk digunakan mencelup bahan tekstil katun, kaos, dan serat nanas menjadi produk kerajinan celup ikat.   Berdasarkan hasil evaluasi, materi pelatihan sangat menarik dan hasilnya dapat dipergunakan dan dikembangkan di sekolah sebagai bahan ajar keterampilan di SLTP. Untuk  jangka panjang hasil  dapat dijual kepada masyarakat. Kegiatan dinilai sangat bermanfaat sehingga peserta mengharapkan ada kegiatan lanjutan untuk berbagai teknik pewarnaan dan kerajinan tekstil yang memiliki prospek cerah sebagai komoditi eksport.

Kata Kunci : Zat warna dari limbah tanaman,  Keterampilan, Kecakapan Hidup

Dibiayai oleh DIPA UNY Kegiatan 0015 AKUN 525112 Tahun Anggaran 2009 sesuai surat perjanjian Pelaksanaan Kegiatan Pengabdian Kepada Masyarakat Reguler Kompetisi Nomor: 203a/H.34.22/PM/2009, tanggal 1Juni 2009, Universitas Negeri Yogyakarta, Departemen Pendidikan Nasional.



UTILIZATION OF PLANT WASTE TO TIE AND DYE PRODUCT (JUMPUTAN FABRIC AND SASIRANGAN) AS
LIFE SKILLS DEVELOPMENT PROGRAM IN JUNIOR LEARNING SKILLS

By: Kapti Asiatun **, Noor Fitrihana **, Widihastuti**


ABSTRACT
Objectives to be achieved through activities in the form of PPM implementation activities Science, is as follows: 1) Improve knowledge and skills of junior secondary teachers in developing lesson materials by utilizing the potential of skill areas. 2) Improve knowledge and skills of junior secondary teachers in developing lesson materials in the development of skills with the skills and lesson materials by utilizing the potential of the region 3) Mastering the way of making the textile industry (jumputan fabrics and sasirangan) to tie dye techniques using natural pigments from around waste plants.
Participants were junior high school teacher in the Sleman Yogyakarta district numbered 19 people. The method is lecture, discussion - information, demonstrations and experiments. Training activities will be undertaken in the Laboratory Department of Chemistry and Batik FT UNY PTBB held 5 meetings. The first phase began on 3 and 4, October 2009. whereas for phase 2 held on October 10 followed on 10 and 14 November 2009.
Training results of several types of waste are explored plants around natural dyes used for dyeing cotton textile materials, t-shirts, and pineapple fiber into a product tie-dyed crafts. Based on the results of evaluation, training materials very interesting and the results can be used and developed in schools as teaching materials in junior high school skills. For the long term results can be sold to the public. Activities considered to be very useful so that participants expect a continuation of activities for a variety of coloring techniques and textile crafts that have bright prospects as an export commodity.

Keywords: Natural dyes from waste plants, Skills, Life Skills

*)     Funded by the DIPA UNY 525,112 ACCOUNTS 0015 Activities for Fiscal Year 2009 Implementation of the agreement in accordance Activities Regular Community Services Competition Number: 203a/H.34.22/PM/2009, dated 1Juni 2009, State University of Yogyakarta, the Ministry of National Education.
**)     Lecturer PTBB FT UNY






1. Analisis Situasi
Kerajinan tekstil tradisional Indonesia merupakan industri strategis yang dapat diandalkan sebagai produk eksport terbesar dari sektor non  migas. Pemasaran produk menggunakan tekstil tradisional merupakan industri prospektif nasional yang dapat dikembangkan dalam laju industri 2005-2009 ( www, bakrie-brothers.com/news). Tujuan utama eksport tekstil dan produk tekstil adalah Uni Eropa yang kebutuhan mencapai 215 miliar Euro, dan 30%nya dipenuhi dengan import. Melihat besarnya potensi pasar, maka Indonesia memiliki peluang dengan keunggulan dan keunikan produk  tekstil tradisional sebagai terutama produk fashion.
Kabupaten Sleman terdiri dari 17 Kecamatan dan 86 Desa dengan jumlah penduduk usia pendidikan dasar 7-12 tahun sebanyak 75.819 (8,03%) dan usia 13-15 tahun sebanyak 37.898 (4,01%).  SLTP di Sleman berjumlah 102 dan 18 MTS,  serta 2 unit SMP terbuka (http.www.diknassleman.org, 2009). Meskipun Sleman merupakan wilayah  yang dikategorikan sukses dalam melaksanakan program wajib belajar pendidikan dasar dengan APK 94,72% dan APM sebesar 71,71%,  namun masih banyak anak usia wajar yang tamat pendidikan dasar, tetapi tidak melanjutkan ke jenjang berikutnya. Anak rawan putus sekolah tercatat, SD 3059 anak, SLTP 987, MI 78, MTs 90, dan SLB 241 anak.  Kanin Diknas Sleman mendeskripsikan ancaman dalam melaksanakan program belajar adalah: (1) jumlah guru 3.269, yang dinyatakan layak mengajar baru 79,69%.; Angka kemiskinan meningkat; lapangan kerja terbatas; persaingan global semakin meningkat; tuntutan masyarakat untuk mendapatkan pendidikan berkualitas dengan biaya murah (Renstra Kanin Diknas Kab. Sleman 2009). Perlu disadari bahwa hasil dari proses pembelajaran  tidak cukup hanya membuat siswa menguasai sebuah ilmu pengetahuan (transfer knowledge) tetapi juga bagaimana memanfaatkan dan mengimplementasikannya untuk mengatasi berbagai problema hidup setelah terjun di masyarakat.
 Peluncuran konsep pendidikan kecakapan hidup (life skills) pada tahun 2002 oleh Depdiknas, mulai menyadarkan kalangan pendidikan akan pentingnya intensitas dan efektifitas pengembangan aspek-aspek kecakapan hidup pada pembelajaran. Untuk itu setiap guru dituntut untuk mengintegrasikan life skills dalam kegiatan pembelajaran. Keterampilan merupakan salah satu mata pelajaran yang bertujuan membekali kecakapan hidup pada siswanya. Melalui mata pelajaran ini siswa dilatih mensinergikan pengalaman belajarnya sehingga tumbuh  kreativitas menciptakan kerajinan maupun produk teknologi. Kondisi ini menuntut guru keterampilan harus semakin aktif dan kreatif dalam memilih dan mengembangkan materi maupun strategi pembelajaran sehingga melalui mata pelajaran keterampilan mampu membekali siswa dengan berbagai jenis kerajinan dan produk teknologi.
Salah satu kompetensi pembelajaran keterampilan di SLTP  adalah mencipta berbagai benda kerajinan, yang dibuat dari dari berbagai bahan tekstil dengan teknik tertentu sebagai media pembuatan benda pakai dalam lingkup kosa etnik Nusantara. (Depdiknas, 2004:18). Meskipun kurikulum  telah diberlakukan sejak tahun 2004 ternyata belum semua guru telah memahami isinya, terutama perubahan yang diinginkan dalam kurikulum.  Kurikulum 2004 membawa paradigma baru dan pola pikir baru. Dengan kata lain keberhasilan pengimplementasian kurikulum sangat tergantung pada kesiapan, semangat, dedikasi serta keikhlasan guru itu sendiri. Dalam kurikulum 2004  dinyatakan bahwa pendidikan life skills harus terintegrasi dalam mata pelajaran sehingga guru dituntut memiliki kreativitas dalam mengelola proses pembelajaran sehingga siswa memiliki kecakapan hidup di samping  kompetensi mata pelajaran. Berdasar wawancara dengan beberapa guru SLTP, diperoleh informasi bahwa mereka masih merasa sulit untuk memilih materi keterampilan yang relevan. Apalagi tuntutan kurikulum 2004 adalah mengkaitkan materi pelajaran dengan aspek-aspek kecakapan hidup.
Tekstil kerajinan khas Yogyakarta adalah batik. Jika ditengok lembaran sejarah,  perkembangan batik pada awalnya adalah teknik ikat celup  menggunakan zat warna alam. Ternyata teknik ini tidak hanya dapat dipergunakan untuk membuat batik tetapi juga untuk membuat jumputan ataupun sasirangan. Berdasarkan hal ini pemanfaatan zat warna alam yang dapat diperoleh dari limbah tanaman dan teknik ikat celup dapat dimanfaatkan untuk mengembangkan produksi tekstil kerajinan melalui mata pelajaran keterampilan di SLTP dengan pendekatan life skills.

2. Landasan Teori
a.    Zat Warna Alam
Zat warna alam pada umumnya diperoleh dari hasil ekstrak berbagai bagian tumbuhan : akar, kayu, daun, biji, bunga. Pengrajin-pengrajin batik telah banyak mengenal tumbuhan-tumbuhan yang dapat mewarnai bahan tekstil beberapa diantaranya adalah : daun pohon nila (indofera), kulit pohon soga tingi (ceriops candolleana arn), kayu tegeran (cudraina Javanensis), kunyit (curcuma), teh (the), akar mengkudu (morinda Citrifelia), kulit soga jambal (pelthophorum ferruginum), kesumba (bixa orelana), daun jambu biji (psidium Guajava) (Sewan Susanto,1973)
Menurut R.H.MJ. Lemmens dan N Wulijarni-Soetjipto dalam bukunya Sumber Daya Nabati Asia Tenggara Nn.3 (tumbuhan-tumbuhan penghasil pewarna dan tannin,1999), sebagian besar warna dapat diperoleh  dari produk tumbuhan, di dalam tumbuhan terdapat pigmen tumbuhan penimbul warna yang berbeda tergantung menurut struktur kimianya. Pada umumnya golongan pigmen tumbuhan adalah klorofil, karotenoid, flovonoid dan kuinon. Klorofil adalah istilah genetic untuk sejumlah pigmen tumbuhan yang berkerabat dekat, yang menghasilkan warna hijau , pigmen demikian sangat berlimpah dalam tumbuhan. Klorofil kadang-kadang digunakan untuk mewarnai makanan dan minuman. Karotenoid secara kimiawi dicirikan oleh suatu rantai panjang pliena alifatik yang tersusun atas Satuan isoprene (isoprene). Struktur pimen sangat bervariasi dan memiliki sifat warna yang intensif : kuning, jingga, merah, dan lembayung. Contoh-cotoh pigmen karetonoid adalah bixin yang diperoleh dari bixa orellana L (kesumba), krosin (crosin) diperoleh dari crocus satifus L(sapran = sapron). Flavonoid, tersusun dari senyawa yang strukturnya didasarkan pada flavo atau flavana, sub kelompok flavonoid adalah morin (dijumpai dalam berbagai jenis suku Moraceae). Kuinon (Quinomes) mencakup berbagai senyawa yang mengandung struktur kuion, warnanya biasanya kuning sampai merah, sub kelompok utamanya adalah benzokuinon, naftokuinon, antrakuinon. Contoh pigmen naftokuinon adalah lowson dari lawsonia inermis L (Henna), contoh antrakuinon adalah alizarin, morindin, purpurin yang diperoleh dari jenis suku Rubiaceace. Pewarna nabati penting lainnya yang tidak tergolong kedalam pigmen adalah indigo biru tua dari jenis tumbuhan indigofera dan dari oksidasi indoksil yang dihasilkannya; pewarna kristalin merah, disebut brazilein, yang diperoleh melalui oksidasi dari senyawa fenol yang keputih-putihan yang ada dalam jenis-jenis Caesalpinia : dan kurkumin yaitu kunyit (curcuma longa L ).
Untuk membuat larutan zat warna alam maka perlu mengambil atau mengeksplorasi pigmen – pigmen penimbul warna yang berada di dalam tumbuhan baik terdapat pada daun, batang, buah, bunga, biji ataupun akar.  Proses eksplorasi/pengambilan pigmen zat warna alam disebut proses ekstraksi. Proses ektraksi ini  dilakukan dengan merebus bahan  dengan pelarut air.  Dalam pencelupan dengan zat warna alam pada umumnya diperlukan pengerjaan mondanting pada bahan yang akan dicelup / dicap dimana proses mordanting ini dilakukan dengan merendam bahan kedalam garam-garam logam, seperti aluminium, besi, timah atau krom. Zat-zat mordan ini berfungsi untuk membentuk jembatan kimia antara zat warna alam dengan serat sehingga afinitas zat warna meningkat terhadap serat. Agar zat warna yang telah menempel/meresap pada bahan dapat berikatan dengan kuat dan tidak mudah luntur maka dilakukan proses fiksasi (fixer) untuk mengunci warna. Larutan fixer yang sering digunakan misalnya tawas, kapur tohor, Tunjung, gula jawa, cuka, prusi.
Batik dan kerajinan tekstil menggunakan zat warna alam memiliki nilai jual (ekonomi) yang tinggi karena memiliki nilai seni, etnik dan warna khas  sehingga berkesan eksklusif. Sebagai upaya mengangkat kembali penggunaan zat warna alam untuk tekstil maka eksplorasi sumber- sumber zat warna alam.  Eksplorasi ini dimaksudkan untuk mengetahui secara kualitatif warna yang dihasilkan oleh berbagai tanaman. Dengan demikian hasilnya dapat semakin memperkaya sumber pewarna alam sehingga ketersediaan zat warna alam selalu terjaga dan variasi warna yang dihasilkan semakin beragam. Sebagai indikasi awal, limbah tanaman yang dipilih sebagai bahan pembuat zat pewarna alam adalah bagian yang berwarna atau jika bagian tanaman itu digoreskan ke permukaan putih meninggalkan bekas/goresan berwarna. Pembuatan zat warna alam dapat dilakukan menggunakan teknologi dan peralatan sederhana.

b.    Teknik Ikat Celup
Teknik ikat celup adalah cara pencelupan / pewarnaan bahan tekstil dengan cara mengikat bahan sesuai pola sehingga menghasilkan motif pada kain. Kain yang dicelup dengan teknik celup ikat disebut kain jumputan, tritik dan sasirangan. Kain jumputan, tritik maupun kain sasirangan memiliki nilai seni yang tinggi namun pembuatannya membutuhkan ketekunan dan ketelitian.  Untuk membuat tekstil kerajinan ikat celup dibutuhkan bahan pengikat yang berupa tali dan penguasaan teknik-teknik pengikatan. Ada beberapa teknik pengikatan yang sering digunakan diantaranya adalah : 1) Teknik Ikat Tie,  (2)  Teknik Stich (jahit), (3) Teknik Fold, (4) marbling, (5) Knotting, (6)  press, (7) k ruching (8) Teknik Pleat.
1)    Jumputan
Jumputan merupakan salah satu dari berbagai macam cara yang digunakan untuk menghias kain dengan cara perintangan warna melalui teknik ikat celup (Tie Dye). Menurut BBKB (1978:7), jumputan adalah teknik perintangan warna karena pada tempat-tempat tertentu mampat dan tidak tertembus oleh larutan zat warna yang disebabkan adanya ikatan dan tarikan jahitan. Menurut Sewan Susanto (1995:14), jumputan adalah kain yang telah diberi tanda motif, dijumput (diambil atau ditarik) kemudian diikat dengan tali lalu dicelup. Sedangkan menurut Biranul Anas (1995:180) pada dasarnya jumputan dibentuk melalui pengikatan bagian-bagian tertentu dipermukaan kain kemudian dicelup dengan zat warna.
Cara ikat celup ini tidak akan mungkin ditinggalkan dalam menghias tekstil, karena disamping caranya yang mudah dan sederhana teknik ikat celup ini juga mempunyai ciri-ciri dan keistimewaan tersendiri yang tidak tertandingi oleh cara lain dalam hal sifat dan bentuk hasilnya (Satmowi, 1976:30). Keistimewaan terdapat pada garis motifnya yang terbentuk dari perbedaan warna antara bagian yang diikat dan bagian yang tidak terikat. Sehingga dengan satu langkah pencelupan saja akan dapat kombinasi warna yang menghasilkan sebuah motif. Bahan pengikat yang digunakan bervariasi, seperti : benang kapas, polyester, tali rafia, karet atau elastik. Selain menggunakan bahan pengikat, untuk mendapatkan corak dan motif yang bervariasi sering pula di dalam ikatannya disertai dengan bahan pengisi yang berupa kacang-kacangan, biji-bijian, batu-batuan serta manik-manik atau menggunakan uang logam. Teknik ikat dibuat dengan mengambil bagian kain yang akan dibuat menjadi bentuk lingkaran atau letak pusat lingkaran dengan cara mencubit atau menjumput bagian tengahnya, kemudian bagian bawah daerah yang diambil tersebut diikat dengan tali atau bahan-bahan pengikat yang lain. Setelah ikatan selesai maka bahan siap untuk dicelup kedalam zat warna.
Jack L. Larsen (1976:37) menyebutkan ada 3 teknik ikatan dasar yang dikenal, yaitu:
a)    Ikatan tunggal : Teknik ikatan tunggal dilakukan dengan cara memberikan ikatan pada kain dengan satu kali ikatan saja, sehingga didapat satu motif ikatan.       
      
Gambar 2.1. Teknik dan Motif Ikatan Tunggal

b)    Ikatan ganda : Pada teknik ikatan ganda, kain diberi ikatan lebih dari satu ikatan sehingga didapat motif ikatan lebih dari satu atau ganda.
   
Gambar 2.2. Teknik dan Motif Ikatan Ganda

c)    Ikatan silang : Pada teknik ikatan silang, ikatan dilakukan secara menyilang sehingga didapat motif ikatan dalam bentuk menyilang satu dengan yang lainnya.
  
 Gambar 2.3. Teknik dan Motif Ikatan Silang

2).  Sasirangan
Sasirangan adalah kain tradisional yang dibuat menggunakan teknik jelujur dan ikat kemudian ditarik dan dicelup dengan zat warna sehingga menimbulkan motif tertentu pada kain. Motif-motif tersebut terbentuk karena adanya bahan perintang yang dijelujur sesuai dengan bentuk motif sehingga menghalangi masuknya zat warna ke dalam serat.  Teknik dasar pembuatan sasirangan adalah dengan menjelujur motif  yang telah digambar pada kain, kemudian benang jelujuran tersebut ditarik sehingga terjadi kerutan. Selanjutnya kain dicelup ke dalam larutan zat warna, dikeringkan, dan dibuka jelujurannya sehingga menghasilkan motif.








Gambar 1. Teknik Pembuatan Kain Sasirangan
    Corak kain sasirangan didapat dari teknik jelujur dan ikatan yang ditentukan oleh beberapa faktor, selain dari komposisi warna dan efek yang timbul. Dalam pembuatan kain sasirangan, bahan perintang berupa benang yang dijelujur harus ditarik semaksimal mungkin sehingga menghasilkan kerutan yang padat. Kerutan yang padat dapat menutupi motif yang dibentuk dari masuknya zat warna dalam proses pencelupan.

c.  Pendidikan Kecakapan Hidup (life skills). di SLTP
Tim Broad Base Education Depdiknas (Tim BBE) (2002:31-32) menyatakan life skills SLTP difokuskan pada pengembangan kecakapan general. Namun tidak berarti bahwa di SLTP tidak dikembangkan kecakapan akademik dan kecakapan vokasional. Hal ini berarti pengembangan kecakapan akademik dan vokasional di SLTP baru tahap awal misalnya kecakapan pra-vokasional dan kecakapan berpikir rasional. Berdasar konsep pelaksanaan pendidikan kecakapan hidup maka pada dasarnya SLTP harus mengajarkan kecakapan hidup.  Namun demikian mengingat kondisi dan lingkungan sekolah sangat beragam dan masing-masing memiliki kekhususan, maka pelaksanaannya perlu memperhatikan kekhususan dan keberagaman masing-masing SLTP. Jika banyak siswanya ingin melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi, maka kecakapan hidup berpikir perlu mendapatkan penekanan. Sedangkan jika sebagian siswanya tidak ingin melanjutkan maka program keterampilan dan kewirausahaan sangat penting. Jika potensi wilayah di sekitar sekolah banyak industri maka perlu dikembangkan pendidikan teknologi dasar. Tim BBE menyatakan ada lima pola pelaksanaan pendidikan kecakapan hidup (life skills) di SLTP yaitu melalui reorientasi pemelajaran, manajemen sekolah, pengembangan budaya sekolah, hubungan sinergis dengan masyarakat, dan pendidikan pra vokasional.
 Berdasarkan hal tersebut maka mata pelajaran keterampilan di SLTP memiliki peran sangat strategis dalam memberikan bekal kecakapan hidup (life skills)  pada siswa. Hal ini tentu perlu didukung kreativitas, dedikasi, dan keterampilan guru mata pelajaran keterampilan di SLTP dalam mengelola program pembelajaran. Untuk itu guru perlu dibekali berbagai keterampilan dan strategi pengembangan bahan ajar agar mampu melakukan reorientasi pembelajaran sesuai tuntutan kurikulum 2004.

3. Tujuan  dan Manfaat
Tujuan yang ingin dicapai melalui kegiatan PPM dalam bentuk kegiatan penerapan Iptek, adalah sebagai berikut: (a) Memberikan pelatihan bagi guru keterampilan SLTP cara mengembangkan materi pelajaran keterampilan dengan pendekatan  kecakapan hidup, (b) Meningkatkan wawasan dan keterampilan guru SLTP dalam pengembangan materi pelajaran keterampilan dengan memanfaatkan potensi wilayah, (c) Menguasai cara membuat tekstil kerajinan (kain jmputan dan sasirangan) dengan teknik ikat celup menggunakan zat warna alam dari limbah tanaman sekitar bagi guru keterampilan SLTP di Kabupaten Sleman.
Manfaat yang dapat dipetik dari kegiatan PPM dalam bentuk penerapan Ipteks  adalah: Secara Teoritis, (a) Meningkatkan intensitas dan efektifitas pembelajaran kecakapan hidup (life skills)  di SLTP,                      (b) Memperkaya sumber-sumber zat warna alam dan melestarikan budaya pembuatan Tekstil Kerajinan ikat celup, (c) mensukseskan pelaksanaan kurikulum 2004. Secara Praktis : (a) Meningkatkan kompetensi guru mata pelajaran keterampilan di SLTP dalam bidang pembuatan dan pengembangan tekstil kerajinan ikat celup (kain jumputan dan sasirangan) dengan memanfaatkan potensi sumber daya alam yang sudah tidak dimanfaatkan dan kosa etnik nusantara, (b) Sebagai pengembangan bahan ajar mata pembelajaran keterampilan di SLTP khususnya di wilayah Kanin Diknas Kabupaten Sleman.

B. METODE PELAKSANAAN PPM
1.    Khalayak Sasaran Kegiatan PPM
Khalayak sasaran yang terlibat dalam kegiatan ini adalah guru-guru mata pelajaran  keterampilan SLTP di wilayah Kanin Diknas Kabupaten Sleman  Yogyakarta sejumlah 20 orang guru. Selanjutnya guru yang telah mendapat sosialisasi dan  pelatihan selanjutnya diharapkan dapat mengajarkan keterampilan membuat tekstil kerajinan ikat celup kain jumputan dan sasirangan menggunakan zat warna alam dari bahan limbah tanaman  kepada siswa dengan pendekatan kecakapan hidup life skills. Peserta pelatihan juga diharapkan dapat menyampaikan apa yang diperoleh dalam kepada guru-guru keterampilan lainnya yang tidak mendapat kesempatan mengikuti pelatihan, melalui forum MGMP Mulok. Kelompok ini dipandang strategis karena mempunyai kegiatan rutin mendiskusikan keterlaksanaan kurikulum dan pengembangan strategi pembelajaran.
Kegiatan ini merupakan salah satu program bagi dosen Fakultas Teknik Universitas Negeri Yogyakarta untuk menerapkan pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh dari hasil penelitian dan pengalaman mengajar, sesuai dengan bidang keahlian yang relevan dengan kebutuhan masyarakat.
2.    Metode Kegiatan PPM
Sebelum kegiatan pelatihan dilaksanakan terlebih dahulu peserta diberi informasi tentang tujuan diselengarakan program. Materi awal berisi  informasi tentang tekstil kerajianan ikat celup sebagai salah satu komoditi unggulan Daerah Istimewa Yogyakarta disamping batik, serta prospeknya di pasar global. Kegiatan ini dilaksanakan dengan ceramah,  pengenalan berbagai produk yang dibuat menggunakan bahan dasar tekstil kerajinan yang dicelup menggunakan zat warna alam, praktek dan diskusi. Dengan metode ini diharapkan dapat meningkatkan motivasi dan apresiasi peserta terhadap pemanfaatan zat warna alam dari bahan limbah untuk pengembangan produksi tekstil kerajinan ikat celup dan penyusunan program pembelajarannya dikaitkan dengan pengembangan life skills.
Instruktur memperagakan proses pembuatan dan pencelupan dengan menggunakan zat warna alam  kemudian peserta diminta melakukan eksplorasi zat warna alam dari berbagai limbah tanaman di sekitar sehingga menghasilkan hue (arah warna) yang bervariasi.
Semua peserta dilatih untuk membuat kain jumput dan sasirangan sehingga menghasilkan berbagai tekstil kerajinan dengan teknik ikat celup mengunakan  zat warna alam dari limbah tanaman. Selanjutnya peserta dibimbing untuk menyusun program pembelajaran keterampilan produksi tekstil kerajinan ikat celup dengan pendekatan kecakapan hidup ( life skills).

3.    Langkah – langkah Kegiatan PPM
 Pemanfaatan zat warna alam dalam pencelupan tekstil  untuk menghasilkan berbagai benda kerajinan dapat digunakan sebagai pengembangan bahan ajar keterampilan sebagai upaya pengembangan  kecakapan hidup. Untuk itu, guru perlu ditingkatkan wawasannya dan dilatih untuk mengembangkan bahan ajar keterampilan melalui pelatihan pemanfaatan zat warna alam dari bahan limbah untuk pengembangan produk tekstil kerajinan ikat celup pada program life skills  SLTP. Untuk mengembangkan materi pembelajaran keterampilan dengan pendekatan kecakapan hidup life skills  maka perlu diinformasikan dan dilatihkan: 
a. Informasi tentang eksplorasi dan pemanfaatan zat warna alam dari limbah tanaman : (1)Sumber-sumber pewarna tekstil baik zat warna alam dan zat warna sintetis, (2) Kelebihan dan Kekurangan Zat Warna Alam, (3) Pengenalan berbagai tumbuhan penghasil pewarna alam, (4) Pengenalan peralatan dan bahan untuk ekplorasi (ekstraksi) pembuatan zat warna alam untuk pencelupan bahan tesktil, (5) Teknik eksplorasi dan pencelupan zat warna alam, (6) Pengenalan berbagai benda kerajinan yang dicelup yang menggunakan zat warna alam, (7) Pengembangan bahan ajar  keterampilan dengan pendekatan aspek kecakapan hidup
b.  Pelatihan eksplorasi zat warna alam dari limbah tanaman  mulai dari pembuatan larutan dan pencelupan.
c. Pelatihan pembuatan tekstil kerajinan ikat celup  (kain jumputan dan sasirangan) menggunakan zat warna alam: bahan berkolin, kaos dan serat nanas dengan a) Teknik Ikat Tie,  (b)  Teknik Stich (jahit), (c) Teknik Fold,    (d) Teknik marbling,      (e) teknik Knotting.

C. HASIL DAN PEMBAHASAN
Kegiatan pelatihan  pemanfaatan limbah tanaman untuk pewarnaan produk ikat celup (kain jumputan dan sasirangan) sebagai pengembangan program life skills  pada  pembelajaran keterampilan SLTP diikuti oleh 19 orang guru SLTP anggota MGMP. Peserta  semula direncanakan sebanyak 20 orang guru namun karena ada 2 guru yang tidak mengikuti kegiatan sampai akhir, maka dinyatakan gagal.
Kegiatan pelatihan dilaksanakan di Laboratorium Kimia dan batik Jurusan PKK FT UNY mulai tanggal 3 Oktober 2009 sampai dengan tanggal 14 November 2009. Kegiatan diselenggarakan  selama 5 kali pertemuan. Setiap pertemuan kegiatan dilakukan dalam waktu 5 jam tatap muka  dan kegiatan terstruktur untuk melanjutkan pekerjaannya di luar jadwal.  Bentuk kegiatan pelatihan meliputi ceramah, diskusi-informasi tentang pemanfaatan limbah tanaman sekitar untuk pewarna alami dan pembuatan kerajinan ikat celup untuk mengembangkan bahan ajar mulok keterampilan. Adapun secara rinci bentuk dan pelaksanaan kegiatan disajikan dalam Tabel 4.2  sebagai berikut :
Tabel 1  Bentuk dan Pelaksanaan Kegiatan Pengabdian


TM
Waktu
Kegiatan
Bentuk Kegiatan
1
3 Oktober 2009
Informasi tentang eksplorasi dan pemanfaatan zat warna alam dari limbah tanaman
a.       Pengenalan berbagai tumbuhan penghasil pewarna alam
b.       Pengenalan peralatan &bahan untuk ekplorasi (ekstraksi)
c.        Teknik eksplorasi dan pencelupan zat warna alam
d.       Pengenalan berbagai benda kerajinan ikat celup
Pengembangan bahan ajar  keterampilan dengan pendekatan aspek kecakapan hidup life skills
Pre test, diskusi  dan teori
2
4 Oktober 2009
Pelatihan eksplorasi zat warna alam dari limbah tanaman  sekitar
a.       Pelatihan pembuatan larutan zat warna alam
b.       Pelatihan pencelupan menggunakan zat warna alam
Praktek, diskusi dan kerja kelompok, evaluasi hasil
3
10 Oktober 2009
Pelatihan pembuatan tekstil kerajinan ikat celup  (kain jumputan) dengan: (a) Teknik Ikat Tie,  (b)  Teknik Stich (jahit), (c) Teknik Fold,    (d) Teknik marbling,          (e) teknik Knotting, pada bahan katun dan serat nanas
Praktek, diskusi dan kerja kelompok, evaluasi hasil
4
10 November 2009
Pelatihan pembuatan tekstil kerajinan ikat celup  (kain jumputan) dengan: (a) Teknik Ikat Tie,  (b)  Teknik Stich (jahit), (c) Teknik Fold,    (d) Teknik marbling,          (e) teknik Knotting, pada bahan kaos
Praktek, diskusi dan kerja kelompok, evaluasi hasil
5
14 November 2009
Penampilan produk peserta
Diskusi, post test, evaluasi kegiatan


Tabel 4. 3 Hasil Eksplorasi zat warna alam yang dilakukan peserta

Jenis tanaman
Jenis kain
Jenis larutan fixer
warna
1
Daun kepel
Berkolin/kaos
Tawas
Kuning muda
Kapur Tohor
Coklat merah bata
Tunjung
Hijau kecoklatan
Serat nanas
Tawas
kuning
Kapur Tohor
Coklat merah bata
Tunjung
Hijau kecoklatan
2
Daun pepaya
Berkolin/kaos
Tawas
Kuning keputihan
Kapur Tohor
Kuning Muda
Tunjung
Kuning
Serat nanas
Tawas
Kuning Muda
Kapur Tohor
Kuning
Tunjung
Kuning Kecoklatan
3
Daun Srikaya
Berkolin/kaos
Tawas
Kuning
Kapur Tohor
Kuning kemerahan bata
Tunjung
Coklat kekuningan
Serat nanas
Tawas
Kuning Kecoklatan
Kapur Tohor
Kuning
Tunjung
Coklat kekuningan
4
Daun Jati
Berkolin/kaos
Tawas
Coklat kehijauan
Kapur Tohor
Coklat muda
Tunjung
Hijau Kecoklatan
Serat nanas
Tawas
Coklat kehijauan
Kapur Tohor
Coklat muda
Tunjung
Hijau Kecoklatan
5
Pasahan Kayu Secang
Berkolin/kaos
Tawas
Merah muda
Kapur Tohor
Merah
Tunjung
Merah tua
Serat nanas
Tawas
Merah muda
Kapur Tohor
Merah
Tunjung
Merah tua
6
Daun urang aring
Berkolin/kaos
Tawas
Kuning emas
Kapur Tohor
Hijau kekuningan
Tunjung
Hijau
Serat nanas
Tawas
Kuning emas
Kapur Tohor
Hijau kekuningan
Tunjung
Hijau



Setelah kegiatan pelatihan melalui test unjuk kerja seluruh peserta mampu melakukan proses ekstraksi, pencelupan dan pembuatan produk kerajinan celup ikat dengan zat warna alam yang diperoleh dari limbah tanaman di sekitar lingkungan sekolah/rumah.
Berdasarkan hasil wawancara tim monitoring dari Dikti dengan peserta pelatihan diperoleh hal-hal sebagai berikut : (1) Materi pelatihan yang disajikan oleh tim pengabdi dari LPM UNY sangat menarik dan hasilnya dapat dipergunakan dan dikembangkan di sekolah sebagai bahan ajar keterampilan . Untuk jangka panjang dapat dijual kepada masyarakat. (2) Kegiatan pelatihan oleh peserta dinilai sangat bermanfaat sehingga mereka mengharapkan agar ada kegiatan lanjutan dengan materi yang berbeda, meskipun masih tetap memanfaatkan zat warna alam ataupun sintetis untuk pewarnaan tekstil.         (3) Kegiatan lanjutan yang diusulkan oleh peserta pelatihan  adalah keterampilan pembuatan batik smoke.
Program pelatihan pemanfaatan limbah tanaman untuk pewarnaan produk ikat celup (kain jumputan dan sasirangan) sebagai pengembangan program life skills  pada  pembelajaran keterampilan SLTP dapat diselenggarakan dengan lancar meskipun tidak seluruh kegiatan dapat dilaksanakan sesuai dengan rencana yang telah disusun. Jadwal kegiatan sempat tertunda cukup lama karena agenda guru anggota MGMP terkait dengan kegiatan di masing-masing sekolah.. Walaupun ada sebagian peserta yang tidak bisa mengikuti sampai akhir kegiatan namun mereka telah dibekali berbagai pengetahuan dan keterampilan serta bahan-bahan yang diperlukan untuk membuat kerajianan celup ikat.  Dengan demikian diharapkan mereka dapat mempraktkan  pembuatan ikat celup secara mandiri di rumah / sekolahnya masing-masing.
Melalui kegiatan ini telah dihasilkan beberapa jenis limbah tanaman sebagai penghasil pewarna alami seperti daun kepel, daun srikaya ataupun daun urang-aring. Sebenarnya  banyak jenis limbah tanaman di sekitar kita yang dapat dieksplorasi lagi dengan prosedur yang sama, akan tetapi  yang dapat diwujudkan sangat terbatas. Oleh karena itu tim pengabdi menyarankan kepada guru untuk mengajarkan teknik  eksplorasi zat warna alami ini kepada para murid di sekolah sebagai pengembangan bahan ajar keterampilan sehingga akan lebih banyak lagi jenis tanaman yang dapat dimanfaatkan untuk pewarna alami
Kegiatan  pelatihan mendapat sambutan yang sangat baik, karena dapat dimaksudkan untuk mengembangkan sikap produktif dan mandiri pada anak didik. Hal ini sejalan dengan pendapat Soemarjadi dkk. (2000) yang mengatakan bahwa melalui kegiatan pelatihan berbagai keterampilan  diharapkan anak didik mampu menghargai berbagai jenis pekerjaan dan hasil karya. Lebih lanjut Gunawan (2000) menyatakan bahwa tujuan pendidikan keterampilan di SLTP dimaksudkan untuk  memberikan dasar penguasaan keterampilan tangan  kepada siswa dan menanamkan sikap positif terhadap kerja, yaitu : kejujuran, kesabaran, keuletan, kehematan, kepercayaan diri, kedisiplinan, dan lain-lain.
Selama pelatihan, para peserta aktif bertanya dan menyampaikan gagasan terhadap materi pelatihan yang sedang dipraktekkan. Peserta juga menyampaikan harapannya agar diadakan kegiatan lanjutan untuk memperdalam materi yang diberikan terutama yang berkaitan dengan pewarnaan tekstil dan kerajian tekstil lainnya. Hal ini mengisyaratkan  bahwa Lembaga Pengabdian kepada Masyarakat UNY  dapat mengadakan kerja sama dengan Dinas Pendidikan maupun dinas lain yang terkait dengan pelestarian kerajinan tradisional  seperti DEKRANASDA, Asosiasi Pertekstilan maupun  Departemen Perindustrian untuk mengadakan pelatihan secara periodik. Melalui kegiatan pelatihan yang diselenggarakan diharapkan dapat meningkatkan kemampuan guru dan sekaligus juga dapat meningkatkan kualitas pembelajaran di sekolah serta dapat membekali siswa dengan kemampuan keterampilan untuk bekal hidup dalam masyarakat.

D. KESIMPULAN DAN SARAN
1.  Kesimpulan
Program pelatihan pemanfaatan limbah tanaman untuk pewarnaan produk ikat celup (kain jumputan dan sasirangan) sebagai pengembangan program life skills  pada  pembelajaran keterampilan yang telah dilaksanakan, dapat disimpulkan sebagai berikut : (a) Banyak jenis limbah tanaman di sekitar kita yang dapat dimanfaatkan sebagai sumber pewarna alami untuk tekstil. Hal ini membutuhkan kepedulian semua pihak untuk mau dan mampu melakukan eksplorasi  pada berbagai jenis limbah tanaman tersebut sehingga diperoleh zat warna alam dengan hue yang bervariasi.     (b) Seluruh peserta pelatihan dapat mencari sumber pewarna baru, mengenal alat dan bahan pembuatan zat warna, melakukan proses mordanting, proses pencelupan dengan zat warna, proses fiksasi dan membuat produk kerajinan dengan teknik ikat celup. (c) Dari pelatihan ini dapat meningkatkan wawasan guru keterampilan SLTP untuk mengembangkan materi pembelajaran keterampilan dengan memanfaatkan potensi wilayah dan lingkungan sekitar dengan pendekatan kecakapan hidup


2. Saran
Berdasakan pengamatan dan pengalaman selama menyelenggarakan kegiatan pelatihan ini, dapat dikemukakan beberapa saran yang dapat dipergunakan sebagai bahan pertimbangan untuk kegiatan selanjutnya pada waktu mendatang : (a) Pelatihan hendaknya dikembangkan untuk jenis dan jenjang pendidikan yang lain yang juga sangat membutuhkan. (b) Pelatihan hendaknya dilaksanakan secara periodik, sehingga jumlah guru yang dapat menjadi peserta lebih banyak dan materi yang diberikan lebih bervariasi. (c) Perlu dilakukan pemantauan terhadap peserta pelatihan, khususnya dalam pengembangan bahan ajar, sehingga dapat meningkatkan  Life skill dan nilai kebermaknaanya bagi siswa, terutama nilai ekonominya.

DAFTAR PUSTAKA
BBKB. 1989. Pedoman Teknologi Tekstil Kerajinan Tritik, Jumputan dan Sasirangan. Yogyakarta: BBKB

______. 1999. Proses Ekastraksi dan Puderisasi Bahan Pewarna Alam. Yogyakarta: Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Industri Kerajinan Batik.

______. 2001. Pengembangan Disain Tekstil Kerajinan dengan ATBM dan Dimensi Hasil Pengembangan. Yogyakarta: Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Industri Kerajinan Dan Batik.

Biranul Anas. 1995. Busana Tradisional (Indonesia Indah Seri 10). Jakarta : Yayasan Harapan Kita / BP3 TMII.

Jack. L. Larsen. 1976. The Dyer’s Art Ikat, Batik, Plangi. A&C Black: London.

.H.MJ. Lemmens dan N Wulijarni-Soetjipto (1999), Sumber Daya Nabati Asia Tenggara, No 3 “Tumbuhan Penghasil Pewarna dan Tanin”, Balai Pustaka,Jakarta

Kurikulum 2004, Standar Kompetensi Mata Pelajaran Keterampilnan SMP dan MTs. Depdiknas

Sewan Susanto (1973), Seni Kerajinan Batik Indonesia, BPKB, Yogayakarta
Tim Broad Based Education. (2002). Pendidikan Berorientasi Kecakapan Hidup (Life Skill Education) Buku 1 & II., Jakarta:Depdiknas.


Lebih baru Lebih lama